Usai mengikuti sebuah resepsi walimah seorang mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Qosim KSA di salah satu desa yang dekat dengan destinasi wisata laut dan seafood di Pinrang, tepatnya Ammani, kami melaju pulang ke kota namun belum seperdua perjalanan kumandang azan memanggil segera untuk dipenuhi. Akhirnya suami menepikan mobil di dekat masjid, sedangkan saya dan seorang penumpang akhwat lainnya menunggu diatas mobil.
Saya merasa sedikit gerah dalam mobil yang tertutup. Terlebih dengan kostum berwana hitam yang memang lebih kuat menyerap kalor ditambah model hijab overhead yang menutup dari atas kepala hingga ujung kaki memaksa saya membuka pintu mobil lebar-lebar. Tak berselang lama, seorang anak laki-laki kisaran umur 9 tahunan melewati pintu depan pintu mobil yang terbuka tersebut. Ia seperti terheran melihat kostum kami berdua yang serba gelap plus hanya nampak bagian kedua bola mata. Ditengah keheranannya yang saya definisikan sebagai keterkejutan, sembari memegang pintu mobil dan menatap saya yang sedang asyik dengan hp, ia kemudian bergumam pada temannya yang telah melalui mobil kami persis tepat disebelah kiri depan:
" Eh, ini mobilnya pajjanggo'-janggo' " dengan mimik heran seolah menemukan hal luar biasa (hahaha mimiknya lucu).
Saya yang mendengar jelas perkataannya tersebab tepat persia didepanku berkata: " bukan pajjanggo'-janggo' karena itu sama saja janggut mainan. Cukup sekali ya *pajjangggo'* artinya orang yang berjenggot. Dia kemudian tersenyum. "Nabi kita berjanggut, tidak? "Tanyaku. Dia kelihatan kebingungan. Tau tidak Kalau semua nabi itu berjanggut?". " tidak", Jawabnya. "Bahkan janggut itu jadi ciri khas orang Sholeh terdahulu lho". Ia pun tersenyum simpul dan bergegas berlalu. Dalam hati "pede juga nak ini" saya pun cuma bisa tersenyum dibalik niqob.
Yah, "pajjangggo'-janggo' telah menjadi sebuah sematan yang rasanya telah menjadi identitas baru bagi lelaki yang berusaha memelihara jenggot karena menghidupkan sunnah. Bahkan bagi wanita berniqob yang pastinya tanpa jenggot (karena perempuan) pun kecipratan sematan itu.
Hanya saja telinga saya sedikit terganggu dengan pengulangan kata 'janggo' yang bisa bermakna *mainan* 'pa' bermakna pemilik dan pengulangan kata "janggo'-janggo' bermakna *janggut-janggut* sebagaimana pada kata benda lainnya seperti orang-orangan, mobil-mobilan, kucing-kucingan dsb. jika diterjemahkan kata Pa' janggo'-janggo' akan bermakna *pemilik janggut-janggut*.
Anehnya istilah ini viral di kalangan masyarakat yang awam dengan Sunnah satu ini dan diamini oleh sebagian besar orang. Bahkan bagi kalangan akademisi yang sekalipun yang saya fikir faham secara makna bahasa Hingga sayapun yang tak lepas dari sematan seperti itu kadang pula ikut terbawa arus mendeskripsikan identitas Ikhwan/akhwat jika tak difahami juga orang awan, nah lho?.
Kalau di kalangan Pecinta Sunnah ( sematan ini kayaknya lebih cocok deh) sematan akhwat untuk perempuan secara umum, Ummahat untuk perempuan yang telah menikah (ibu-ibu) dan ikhwan untuk laki2. Diluar itu siap-siap dipanggil Pa' janggo'-janggo' meski anda perempuan tulen.
Pinrang, 3 Syawal 1440 H
* By: Ummu Zaki
Tidak ada komentar:
Posting Komentar